Rabu, 11 Juli 2012

Pencekik darah


Kilauan petir sekali-sekala menerangi suasana kampung Coh Ulu itu. Awan tebal berkepul-kepul berarak-arakan di langit menutup segala cahaya di langit, menambah kegelapan malam itu. Angin kencang menderu-deru menambahkan kekhawatiran penduduk kampung. Tidak ada seorangpun penduduk yang masih berada di luar rumah. Semua mereka sudah berada di dalam rumah, berlindung dari ancaman badai yang akan melanda. Hanya sekali-sekala sinar pelita berkedip menembus celah-celah papan dinding rumah melintuk dikuis angin. Seluruh kampung Coh Ulu sunyi sepi bagaikan dilanda geroda. 
Dalam kegelapan malam itu suara mesin mobil gardan ganda meraung membelah kesunyian malam itu. Namun tiada siapa yang keluar menjenguk, masing-masing sibuk dengan hal masing-masing atau ....? Sebuah mobil jeep terlihat terhuyung-huyung merendah kegelapan malam, lampu depannya menyinari jalan berlopak dengan cahaya lesu yang suram. Ia merentas desa itu sebelum berhenti di depan sebuah rumah yang serdahana besar. Seorang pemuda yang kelihatannya dalam lewat empatpuluhan melompat keluar sambil memegang sebuah lampu senter berkuasa tinggi dan satu tas ransel. Dia menatap ke langit dengan muka yang berkerut sebelum mengunci mobilnya.
Setelah itu dia berjalan ke tangga rumah dengan berhati-hati dengan bantuan cahaya lampunya. Setelah melepas sepatu di tangga, dia menjinjing sepatunya dan melangkah menaiki tangga sampai ke muka pintu. Dengan suara yang kuat dia memanggil "Ada siapa di dalam?", Agar suaranya dapat didengar, mengatasi bunyi guruh yang sambung-menyambung itu. Setelah dia memanggil, terdengar bunyi lantai berkiut dipijak seseorang, tetapi pintu masih belum terbuka. "Pak Astoroth , Ooo Pak Astoroth . Saya ini. Kamat. " Dia memanggil sekali lagi dengan suara yang lebih keras sedikit, barulah ada suara suara orang menjawab terdengar.
"Oh engkau Kamat.", bunyi suara orang menjawab. Serentak dengan itu pintu depan terbuka dan seorang pria yang setengah umur menjengukkan kepalanya keluar dan segera menjemputnya masuk. Setelah dia masuk, dengan segera pintu ditutup dangan cepat dan terkunci. Kamat mengerutkan mukanya sambil meletakkan sepatunya yang lecak ke tepi pintu. Bau kemenyan dibakar tajam mencucuk-cucuk hidungnya. "Kenapa ini Pak Astoroth ? Call saya pulang tergesa-gesa begini? Macam orang takut saja? Ada berita baik ke? "
Pak Astoroth hanya tersengih-sengih "Tidak ada apa-apa, tidak ada apa -apa. Nantilah aku beritahu. Duduklah dahulu. Engkau akan lama berada di sini? "
Kamat tersengih sebelum duduk bersila di tempat yang ditampilkan. "Saya harus balik cepat ke kota nanti. Ada urusan yang belum selesai. Bagaimana Pak Astoroth ? Dapat ke barang yang saya minta itu? Kalau benar, saya akan berikan berapa saja Pak Astoroth mau. "
"Bagus-bagus", jawab orang tua itu sambil terbatuk-batuk kecil. Dia mencapai dian di tengah kamar lalu masuk ke dalam suatu kamar kecil yang tertutup rapi. "Payah juga aku mendapatkannya. Tetapi sekarang aku sudah dapat ...." ujarnya. Kamat terpaksa menurut saja karena hanya cahaya dian itu menjadi penerang rumah itu. Dia memasuki kamar kecil itu dengan hati yang berdebar-debar. Impiannya akan terlaksana. Akan puaslah hatinya apabila apa yang diimpikan olehnya tercapai nanti.
Orang tua itu duduk bersila di tepi dinding kamar mengadap satu bungkusan kain hitam yang terletak di dalam talam di tengah-tengah kamar. Kamat terpaku, matanya tertuju ke bungkusan itu. "Itulah yang engkau inginkan." suara parau lelaki tua itu memecahkan angan-angannya. Kamat tersentak. "Aku menginginkan dua puluh ribu untuknya." Kamat pura-pura tersentak, "Apa, Pak Astoroth gilakah meminta uang sebanyak itu dari saya. " dia bertanya.
Pak Astoroth hanya tersenyum, "Aku sendiri yang memotongnya untuk engkau. Aku sendiri yang memujanya selama sebulan ini untuk engkau. Sekarang sudah patut engkau membayar aku uang sebanyak itu. Atau kamu mau melakukannya sendiri?"
"Bagaimana saya tahu ia benar- benar berhasil. Bagaimana jikalau Pak Astoroth membohongi saya. " tanya Kamat ragu-ragu.
"Jangan khawatir. Apa yang engkau inginkan sudah berada di depan kamu. Tidak mungkin aku membohongi kamu." kata orang tua itu sambil menambah kemenyan ke dalam dupa di hadapannya.
"Baiklah" kata Kamat, nekad. "Ajarkanlah saya kuncinya, dan saya akan berikan uang sebanyak yang Pak Astoroth minta. "
Orang tua itu tersenyum girang. Segera dia membuka bungkusan kain hitam itu. Bau busuk menerpa ke hidung Kamat, tetapi dia tidak menghiraukannya. Matanya terpaku pada benda yang terletak di dalam talam itu. Berderau darah ke mukanya saat dia menyadari benda itu. "Apa ini! Pak Astoroth ! " pekiknya.
Orang tua itu hanya tertawa. "Yang engkau inginkan ... pastinya kamu dapat. Sekarang sudah terlambat untuk engkau mundur. Duduklah! Akan aku ajarkan cara menyerunya."
Kamat terduduk lemah. Benda yang kecut di dalam talam itu mengejutkannya. Dia tertunduk lemah. Orang tua itu tidak menghiraukan kondisi Kamat. Dia terus mengajar tips-petuanya. Tidak lama kemudian barulah Kamat dapat mulai memperbaiki tubuhnya dan mulai menghafal ayat-ayat yang diajari itu.
Sebentar kemudian orang tua itu menutupkan kembali bungkusan kain di dalam talam itu. "Sekarang ia akan turut pada perintah kamu." katanya. "Mana uang aku. Jangan mencoba menipu aku. Katanya keras." Rumah ini sudah aku pagarkan, dan tidak mungkin apa-apa dapat menembusnya. Haa ... Haa ... Haa ... "
Kamat membuka tas galasnya dengan longai. Dia mengeluarkan beberapa berkas uang tunai dan mengulurkannya kepada orang tua itu yang tertawa kegirangan. Kamat terus mencapai bungkusan itu dan keluar tanpa menghiraukan orang tua itu yang terheran-heran ketika diberikan uang yang lebih dari yang dimintanya. Tapi hanya sesaat. Suara ketawa memecah keheningan malam. Kamat tidak mempedulikannya. Dia terus menerpa keluar ke mobilnya tanpa menghiraukan air hujan yang jatuh menimpa tubuhnya.
Di dalam mobil, dia terduduk lesu. Sejenak itu, dia mengeluarkan bungkusan kain hitam itu dan meletakkannya berhati-hati ke kursi di sebelahnya. Dia membuka bungkusan itu dan mulai menerapkan tips yang dipelajarinya dengan berhati-hati. Dia tidak mau tersilap, karena jika tersilap nahas jadinya.
Sementara itu orang tua itu segera mengunci pintu rumahnya. Duit yang berkepal itu di pegangnya dengan girang. "Haa ... Haa .. Haa .. "Dia merasa begitu gembira. Dia akan pindah besok agar tidak ada siapa pun dapat menemukannya meskipun Kamat. Khususnya Kamat. Siapa tahu kalau-kalau ....
Tidak beberapa lama dia mendengar suara orang memanggilnya, sayup-sayup di balik suara guruh. Berhati-hati dia membuka pintu rumahnya. Dia dapat melihat Kamat duduk mencangkung di tepi roda mobilnya. "Tolong saya Pak Astoroth . Mobil saya pancit. Dapatkah Pak Astoroth tolong pegang lampu senter ini sementara saya mengubahnya. "
Dia ragu. Air muka Kamat berubah seolah-olah khawatir. "Saya akan berikan Pak Astoroth uang jika Pak Astoroth bantu saya. "
Hati orang tua itu terbagi-bagi. Uangnya sudah banyak tetapi .... sedikit lagi .... hanya dengan memegang lampu senter. Pemuda itu begitu pemurah, memberikan uang lebih dari yang dimintanya tadi. Sekarang, jika dia membantu ......
"Baiklah", katanya sambil melangkah download. Kamat mengulurkan lampu senter itu ke orang tua itu sambil berjalan ke belakang mobil untuk mengambil roda pengganti. Pak Astoroth menyuluh roda mobil Kamat. Dia tidak nampak apa-apa yang salah dengan roda itu. "Kamat, betulkah engkau ini. Roda ini baik saja aku lihat. "Katanya sambil menyuluh ke arah roda itu.
Satu bayangan melintas di atas kepalanya lalu hinggap ke atas pohon durian yang dekat. Secara tiba-tiba saja bulu romanya merasa tegak. Segera dia menyuluh sekitar kawasan itu. "Kamat , Kamat, di mana engkau. Jangan engkau bergurau dengan aku. Nanti engkau menyesal. "
"Percayalah Pak Astoroth , saya tidak akan menyesal "suara Kamat keras menerjang ke lubang telinganya." Kampung ini adalah kampung asal saya. Pak Astoroth mungkin tidak tahu karena Pak Astoroth baru pindah ke sini. "
Orang tua itu terheran-heran. Memang benar dia baru pindah ke desa itu setahun lalu. Tapi memang dia selalu berpindah-pindah karena tidak mau orang mengetahui tentang pekerjaannya itu. "Jadi , kenapa dengan itu. "tanyanya garang." Engkau jangan lupa aku ada pendindingnya. "tambahnya lagi.
Kamat tertawa berdekah-dekah. "Benar. Pak Astoroth memagar rumah Pak Astoroth . Tetapi sekarang Pak Astoroth bukan berada di dalam rumah .... Pak Astoroth berada bersama saya di tanah. "
Orang tua itu tersentak mendengarkannya. "Jadi sekarang kamu mau uang kamu kembali. Begitu? "Tanyanya kembali.
"Oh .. tidak ... tidak sama sekali. Uang itu memang saya ingin berikan kepada Pak Astoroth . Memang Pak Astoroth handal. Ia benar-benar efisien. "Kata Kamat keras.
"Nah! ambil duit engkau ini kembali. "unjuk orang tua itu ke arah Kamat." Ambillah ... Ambillah ... Kalau engkau tidak menginginkan uang ini kenapa engkau buat aku begini? "
Kamat melangkah dari kegelapan malam itu ke dalam pancaran lampu suluh orang tua itu. "Ini adalah karena kepala manusia yang engkau penggal itu adalah kepala ibu kandungku, mengerti?"
"Tolonglah, aku tidak tahu hal itu. Jangan .. Jangan .. "rayu orang tua itu gemetar.
Kamat hanya mendiamkan dirinya. Dia hanya mengangguk dan seketika itu juga satu lembaga terbang dari pohon dekat ke arah orang tua itu sambil tertawa mengilai-hilai.
"JANGAN! JANGAN! JANGAnnnnn ...... "pekik orang tua itu sambil berusaha melawan lembaga yang mengomolnya. Lampu senter yang dipegangnya itu tercampak ke arah Kamat. Dia dapat merasakan jari-jemari lembaga yang panjang itu memberkas tubuhnya sehingga dia tidak berdaya untuk meronta lagi. Muka lembaga itu yang jelek disodorkan hampir ke mukanya, menampakkan sepasang taring putih panjang yang berkilat. Dia terkaku, tahu akan apa yang akan terjadi sebentar lagi. Mulut lembaga itu ternganga luas.
Tiba-tiba orang tua itu seperti mendapat satu tenaga baru. Dia mulai meronta -ronta keras. "Tolong ..., tolong .... Aku tidak mau mati ... Aku tidak mau mati ... "dia meraung. Suara petir berdetum secara tiba-tiba menenggelami suaranya itu.
Kamat berdiri diam saja melihat lembaga itu menggomol orang tua itu. Duit yang bertaburan di tanah tidak dihiraukannya. Suara raungan orang tua itu terus bergema dalam kegelapan malam disambut oleh suara petir yang berdentum-detam. Lembaga itu terus mengomol orang tua itu yang terus meraung kesakitan, tetapi Kamat hanya membiarkan ia saja sehingga sebentar kemudian raungannya berangsur sepi dalam kegelapan malam itu .... Tidak lama kemudian, mendadak kepala orang tua itu tercabut dari tubuhnya lalu terpelanting jauh ke udara. Setelah itu barulah lembaga itu kemudian terbang sambil mengilai-gilai lalu gaib di dalam kegelapan malam itu.
Kamat tunduk untuk mengambil lampu senter hakmiliknya yang terjatuh dekat dengan kakinya dan melangkah gontai ke dalam mobilnya sebelum beredar dari situ. "Maafkan saya mak ... Bukan ini yang saya inginkan. "Bisiknya sambil menutup kemasan disebelahnya sambil menyeka air matanya yang mengalir deras." Kematian mak sudah saya balas ...... "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa Komentar anda tentang post ini?

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...